Assyekh Habib Saggaf bin Mahdi bin Assyekh Abi Bakar bin Salim, yang lebih
akrab dengan panggilan “Abah” di kalangan santri Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman dan masyarakat sekitarnya adalah sosok ulama, guru dan pendidik yang
penuh inspirasi, memiliki integritas keilmuan lahir dan bathin, dan pandangan
modern tentang bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, yang lepas dari
belenggu kebodohan dan kemiskinan. Jauh sebelum para politisi bangsa kita
menggembor-gemborkan sekolah gratis sebagai slogan kampanyenya, ulama keturunan
Yaman kelahiran Dompu, Nusa Tenggara Barat ini sudah memulai gerakan pendidikan
bebas biaya.
Dilahirkan dua hari menjelang hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945. Beliau menghabiskan masa mudanya
dengan menuntut ilmu di Pesantren Daarul Hadits Malang.
Di Pondok Pesantren Daarul Hadits, Malang, diterima oleh sang pengasuh
pesantren, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih al-Alawy. Beliau nyantri di
pesantren ini dengan sangat cemerlang selama dua tahun tujuh bulan. Setelah itu
beliau melanjutkan mengajar Fiqh dan Nahwu selama kurang lebih tiga belas
tahun.
Setelah mengabdikan diri di Pondok Pesantren Daarul Hadits Malang, beliau
berguru ke Masjid Sayyidina Abbas di Aljazair selama lima tahun dan i’tikaf di
Makkah selama lima tahun. Kemudian melanjutkan pendalaman ilmu agama
berturut-turut di Bahrain. Sebelum kembali ke tanah air, beliau juga pernah
mengajar di beberapa negara seperti Italia, Taiwan, Singapura, Malaysia dan
Brunei Daarussalam. Beliau juga sempat memperdalam ilmu tariqat di Irak.
Setelah beberapa lama di Irak, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah
air. Sang guru tariqatnya yang beraliran Syadziliyah merekomendasikan agar
beliau memperdalam tariqat di Mranggen, Demak.
Setelah beberapa lama, beliau pulang ke kampung halaman dan mengamalkan
ilmunya dengan mendirikan pesantren Ar Rahman yang hingga saat ini masih
berdiri.
Berbekal keilmuan dan pengalaman yang beliau miliki, sesampainya di tanah air
Habib Saggaf kembali mendirikan Pesantren Daarul Ulum di Surabaya yang banyak
menerima murid dari Singapura, Malaysia, Brunei Daarussalam serta Afrika,
sebelum akhirnya pindah ke Jakarta dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman di Desa Warujaya, Parung hingga saat ini. Sosok yang senantiasa
berjubah putih ini memiliki komitmen yang kuat untuk kemajuan dunia pendidikan.
Cita-citanya dalam mewujudkan pendidikan gratis adalah mimpi yang menjadi
kenyataan di tengah kondisi bangsa yang terpuruk akibat krisis moneter di tahun
1998. Bagi Abah, jawaban tepat atas semua kekacauan yang terjadi pada bangsa
ini adalah pendidikan. Pendidikan yang baik akan melahirkan SDM yang tangguh,
profesional dan berkualitas, sehingga ke depan masyarakat Indonesia akan menjadi
masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengelola secara baik dan bertanggung
jawab atas setiap potensi yang Allah karuniakan pada bangsa ini.
Seluruh hidupnya adalah pengabdian untuk dunia pendidikan. Komitmennya yang
kuat terhadap pendidikan mencerminkan integritas antara ilmu dan amal.
Begitulah seharusnya sosok seorang pendidik, yang mengamalkan betul apa yang
pernah disabdakan oleh Rasulullah, “khoiru man yamsyi fauqal ardli al
mualim”, sebaik-baik orang yang berjalan di muka bumi ini adalah guru.
Menurut Abah kata “mualim” memiliki makna yang lebih luas dari guru yaitu
pendidik, karena seorang pendidik tidak hanya bertanggung jawab pada
pengembangan intelektualitas muridnya namun juga bertanggung jawab pada
perkembangan seluruh aspek kehidupan muridnya.
Di kalangan santri Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Abah dikenal
sebagai sosok yang tegas dalam menerapkan kedisiplinan. Baginya, tugas santri
hanyalah belajar dan belajar, tidak perlu memikirkan biaya pendidikan, makan,
listrik, tempat tinggal dan lain sebagainya, semuanya telah difasilitasi oleh
Pesantren, tidak ada uang sekolah, uang buku, uang makan, uang asrama ataupun
lainnya, semua kebutuhan pokok yang diperlukan santri sudah disiapkan oleh
pesantren. Sungguh merupakan model pendidikan yang mensejahterakan, model
pendidikan masa depan untuk bangsa, semua itu lahir dari sentuhan emas sosok
kharismatik yang betul-betul menjiwai pendidikan.
Menurutnya, seorang manager pendidikan harus tahu betul apa yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan pendidikan. Bangsa kita masih lemah dalam mengatur dan
melaksanakan pendidikan, padahal kalau mau mengacu pada al-Qur’an dan
meneladani ajaran Rasulullah Saw, maka semuanya akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan keilmuan dan pengalaman serta pengamatan Abah yang memiliki
kecintaan yang sangat tinggi terhadap al-Qur’an, perpaduaan antara model
pendidikan dalam negeri dan model pendidikan luar negeri, antara keilmuan umum
dan keilmuan agama yang saling melengkapi saat ini diterapkan di Pondok Pesantren
Al-Ashriyyah Nurul Iman. Selain itu, sarana dan prasarana pendukungpun
dilengkapi sedemikian rupa, mulai dari ruang kelas laboratorium, dan
program-program pengembangan ekstra dan intra kurikuler yang lengkap,
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh dalam
dunia pendidikan. Sebagai sistem, pendidikan harus diselenggarakan secara utuh
agar tidak terjadi kesenjangan yang bisa mengabaikan tujuan dan fungsi
pendidikan.
Hingga saat ini, walau melalui media video ceramahnya, setiap pagi ba’da
subuh, Abah memberikan pengajian umum kepada seluruh santri. Dengan
kepandaiannya pula dalam menguasai Qiraah Sab’ah (bacaan al-Qur’an dengan
riwayat tujuh imam, Red), beliau selalu dinantikan oleh para jamaahnya
di Singapura.
Sementara Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
yang menekankan kedisiplinan, meningkatkan kekuatan pribadi dengan ilmu agama
dan umum serta life skills berbasis kompetensi, pesantren ini juga
memadukan sistem madrasah dan sekolah umum serta pengajian kitab-kitab klasik.
Saat ini, Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman semakin pesat berkembang dan
sudah memiliki unit-unit usaha mandiri yang bisa mencukupi kebutuhan warga
pesantren, seperti pabrik roti, produksi air minum hexagonal, peternakan dan
pertanian, paving blok, pabrik tahu tempe, percetakan dan studio dan beberapa
unit usaha lainnya. Tak ada kata berhenti dan tak ada kata menyerah dengan
ketaqwaan kepada Allah dan kepasrahan diri sepenuhnya segala ikhtiar terus
dilakukan untuk mewujudkan cita-citanya dalam membangun dunia pendidikan yang
baik untuk agama dan bangsa ini. Targetnya dari jumlah santri yang ada saat ini
diharapkan ke depan bisa mencapai 40.000 santri. Karena Allah memilih satu
orang di setiap 40.000 orang sebagai wali majelis, yaitu orang yang dikasihi
oleh Allah dan dikabulkan doa-doanya.
Tepat pada hari Jum’at, 12 November 2010 beliau pulang
kerahmatullah, meninggalkan belasan ribu santrinya. Dan estafet kepemimpinan
atau tugas besarnya dilanjutkan oleh istri tercintanya, Umi Waheeda binti
Abdurrahman, kelahiran Singapura, 14 Januari 1968.
“Pondok
Pesantren Nurul Iman harus tetap gratis sampai hari kiamat.” Amanah singkat namun begitu berat itu terus diembannya dengan
semangat yang tak pernah mati. Dialah sosok single parent untuk 7 anak dan
ribuan santrinya, yang demikian mencintai ilmu. Menurutnya, manusia menjadi
mulya karena iman dan ilmu. Derajat seseorang diangkat karena beriman dan berilmu.
Ke depan Al-Ashriyyah Nurul Iman akan tetap jaya. Semoga Allah mewujudkan setiap impian dan cita-citanya dan memberikan
kepada kita semua keberkahan dunia dan akhirat.
No comments:
Post a Comment